Prof. Muhammad Nuh, the chairman of the Indonesian Waqf Board (BWI), urges participants of the 16th National Working Meeting of Wahdah Islamiyah to embrace waqf as a lifestyle.

“Ayo kita bersama-sama membangun inisiatif wakaf kita. Saat ini, tugas utama kita adalah bagaimana memajukan dan memperkenalkan inisiatif ini kepada masyarakat,” kata dia saat menyampaikan presentasi tentang wakaf dengan tema “Era Baru: Wakaf sebagai Gaya Hidup” di Makassar.

Menurutnya, wakaf bukanlah konsep baru. Sebenarnya, wakaf telah ada sejak zaman dulu dan terbukti efektif. Di masa lalu, umat Islam telah menikmati kesuksesan melalui praktik wakaf di zaman Kesultanan Utsmaniyah.

Jika harus memilih, apakah Anda ingin menerima banyak uang sekali atau sedikit tapi rutin? Jujur saja, lebih baik memilih yang kedua. Meskipun jumlahnya sedikit, tetapi jika dilakukan secara rutin dan konsisten, itu akan memberikan manfaat jauh lebih besar.

Menurut mantan Menteri Pendidikan Indonesia Masa Bakti 2009-2014, wakaf adalah bagian dari ikhtiar untuk mempersiapkan bekal bagi kehidupan akhirat. Ini juga merupakan salah satu bentuk zakat yang bisa kita berikan.

“Kita harus mempersiapkan bekal untuk kehidupan akhirat agar tidak menjadi pengemis dan gelandangan di sana,” ucapnya, sambil mengutip QS Al Kahfi ayat 110 saat mengemudi.

Menurut Prof Mohammad Nuh, wakaf adalah sebuah investasi yang tidak hanya memberikan manfaat untuk akhirat, tetapi juga untuk dunia nyata. Dengan berwakaf, kita dapat memberikan manfaat bagi diri sendiri dan masyarakat.

Dalam ceramahnya, ia membagikan beberapa contoh sukses dari wakaf di Indonesia, seperti RS Mata Wakaf Achmad Wardi yang berlokasi di Kota Serang, Banten. Dengan target 2.513 pasien selama lima tahun dan pengadaan mobil ambulance gratis, ini adalah salah satu contoh wakaf yang berhasil dalam membantu masyarakat.

Sebagai penutup ceramah, Profesor Nuh membagikan bahwa kunci sukses wakaf adalah ketika para pengelola telah mencapai level nazir 3.0. Ini berarti mereka mampu mengelola wakaf dengan baik, memiliki pemikiran yang cerdas, dan mampu menarik lebih banyak orang untuk mempersembahkan wakaf serta melahirkan wakif-wakif baru.

Menurutnya, seorang nazir harus ahli dalam mengelola aset umat. Mereka harus mampu membaca situasi dan menciptakan peluang untuk meningkatkan kekuatan finansial. Sertifikasi kompetensi juga diperlukan untuk memastikan kemampuan mereka dalam melipatgandakan nilai aset yang dimiliki.